Senin, 05 November 2012

Seni Rupa/Ukir
Seni Rupa/Ukir Kalimantan Tengah memiliki corak khas dan unik. Hal ini bisa dilihat dari topeng, perisai, bangunan sandung (tempat menyimpan tulang belulang), hulu dan sarung mandau, patung sapundu dan lain-lain.
Sosial Budaya
Penduduk asli Kalimantan Tengah adalah suku Dayak, suku ini merupakan masyarakat terbesar yang mendiami Propinsi Kalimantan Tengah bersama dengan berbagai suku lain di Indonesia.
Suku Dayak terbagi atas beberapa sub etnis yang masing-masing memiliki satu kesatuan bahasa, adat istiadat dan budaya. Sub-sub etnis tersebut antara lain Suku Dayak Ngaju (termasuk Bakumpai dan Mendawai), Ot Danum, Ma’anyan, Lawangan, Siang dan lain-lain.
Masyarakat Dayak Kalimantan Tengah mempunyai sifat keterbukaan dan toleransi yang tinggi yang tercermin dalam falsafah Huma Betang. Huma Betang adalah rumah khas Kalteng, berupa rumah besar, dimana dalam satu rumah besar adat (Huma Betang) Dayak Kalimantan Tengah tersebut tinggal bersama-sama bebera pa keluarga dengan segala perbedaannya seperti status sosial, ekonomi maupun aga ma namun tetap hidup secara harmonis.
Gambar: Pakaian adat tradisional putri Dayak.
Sifat gotong royong dalam masyarakat suku Dayak masih tetap terpelihara terutama dalam gerak hidup bermasyarakat yang tercermin dari tradisi kerja Habaring Hurung, Handep dan Harubuh.
Gambar: Huma betang (rumah panjang).
Berbagai ragam dan jenis kesenian tradisional yang masih terpelihara dalam kehidupan masyarakat di Kalimantan Tengah antara lain : Seni Tari, Seni Suara, Seni Rupa, Seni Ukir, dan Seni Anyam-anyaman. Seni Suara berupa lagu -lagu Daerah dikenal dengan istilah : Karungut, Kandan, Parung, Karinci Seni anyaman yang memiliki beragam corak terus dikembang oleh masyarakat sebagai kerajinan rakyat.
Kerajinan anyaman tersebut antara lain yang terbuat dari rotan, bambu, pandan dan purun. Disamping itu juga berkembang berbagai kerajinan etnik (tradisional) yang terbuat purun, getah nyatu serta bahan kayu. Seni ukir dapat disaksikan pada pembuatan benda-benda seperti Talawang (Peri- sai), bangunan Sandung, hulu dan sarung senjata khas Da- yak Mandau, patung (Sapundu) dan bangunan pada rumah rumah adat.
Disamping berbagai kerajinan Kalimantan Tengah juga kaya akan berbagai kegiatan upacara adat / ritual seperti Tiwah, Manyanggar, Mamapas Lewu (bersih desa), Mampakanan Sahur Parapah.Tiwah merupakan upacara ritual agama Kaharingan, yaitu mengantarkan arwah orang yang telah meninggal ke Lewu Tatau (sorga). Acara ini memakan waktu yang cukup lama sekitar satu bulan atau lebih.
Gambar: Sandung (tempat menyimpan tulang belulang orang mati).
Sumpit yang dalam bahasa Dayak Ngaju disebut ‘sipet’ merupakan senjata tradisional yang sudah dikenal sejak jaman dahoeloe kala. Sipet terbuat dari kayu ulin yang dibentuk dan dilobangi bagian dalamnya sehingga menyerupai pipa lurus, dengan ukuran diameter bagian luar sekitar 3 cm, diameter rongga dalam sekitar 0,75 cm dan panjang sekitar 200 cm. Setelah diraut dan digosok sampai rapi, biasanya kayu ulin tersebut menjadi berwarna hitam mengkilat sehingga permukaannya mirip seperti logam. Pada bagian ujung depan pipa tadi dipasang dua macam aksesori yang terbuat dari besi, yaitu di sisi sebelah bawah dipasang mata tombak yang tajam, dan pada sisi sebelah atas dipasang besi kecil menyerupai pisir pada ujung laras senjata api, yang berguna sebagai alat bantu untuk membidik sasaran. Kedua aksesori tersebut dilekatkan pada batang sipet menggunakan rotan yang dianyam sedemikian rupa sehingga terlihat rapi, kuat dan artistik. Bagian permukaan batang sipet terkadang dihiasi dengan ukiran relief atau ornamen dengan motif khas Dayak.
Kegunaan utama sipet adalah sebagai senjata atau alat berburu, walaupun bisa juga digunakan sebagai senjata pada saat berperang. Sebagai senjata, ia dilengkapi dengan peluru yang dimasukkan ke dalam lobang laras dan dilontarkan ke arah sasaran dengan cara ditiup menggunakan mulut. Jenis pelurunya ada 2 macam. Jenis pertama terbuat dari tanah liat dalam keadaan setengah basah dibentuk berupa bola-bola kecil sebesar ukuran lubang laras, biasanya digunakan untuk jarak dekat (sekitar 5 meter) untuk berburu binatang kecil misalnya tupai dan burung-burung yang terbang rendah. Jenis peluru yang kedua disebut damek atau lahes, terbuat dari bilah bambu yang diruncingkan seperti anak panah dan di bagian belakangnya dipasang potongan kayu gabus untuk mengatur arah, kurang lebih berfungsi sama dengan bulu angsa yang dipasang pada shuttlecock (bola badminton). Lahes tersebut dibuat dalam jumlah banyak, disimpan di dalam tabung bambu yang sudah diisi dengan cairan ‘bisa atau racun’ dari binatang liar, sehingga apabila melukai sedikit saja tubuh hewan sasaran akan langsung mematikan. Biasanya lahes digunakan untuk berburu hewan yang lebih besar, misalnya kancil, kijang atau hewan primata (misalnya monyet dll) yang tinggal di atas pohon-pohon tinggi.
Suatu hal yang unik pada sumpit ialah ketika pelurunya dilontarkan menuju sasaran, tidak akan terdengar bunyi apapun yang membuat sasarannya mengetahui dari mana sumber asal serangan. Hal ini berbeda dengan senapan atau senjata api. Konon hal ini jugalah yang membuat Belanda kewalahan dalam perang gerilya melawan suku Dayak di Kalimantan. Kita tahu bahwa sebagai bangsa Eropah, orang Belanda itu mempunyai rasa ingin tahu yang sangat tinggi terhadap setiap hal yang belum dimengerti olehnya. Suatu ketika pasukan serdadu Belanda melintasi hutan. Kebetulan tidak jauh dari situ ada beberapa orang suku Dayak sedang mengintai. Merekapun melontarkan peluru sumpit dari tanah liat yang sengaja diarahkan pada sebatang pohon di depan salah seorang serdadu Belanda. Para serdadu tadi langsung berkerumun meneliti benda apakah gerangan yang tiba-tiba melesat di depan hidungnya. Ketika mereka asyik berkerumun itulah mereka diserang dengan peluru beneran, yaitu lahes yang mengandung racun.
Pada masa kini, anak-anak Dayak di daerah pedalaman Kalimantan masing sering bermain perang-perangan menggunakan ‘sumpit-sumpitan’ yang terbuat dari ruas bambu kecil dengan peluru tanah liat. Meskipun maksudnya cuma sekedar main-main tapi sesekali peluru tanah tersebut sering juga tanpa disengaja mengenai tubuh lawan.
Seni dan Budaya
Seni Tari
Kalimantan Tengah memiliki beragam jenis tarian tradisional yang memiliki nilai seni yang tinggi. Salah satu diantaranya adalah tari Manasai, sebuah tarian sebagai ucapan ”Selamat Datang” kepada para tamu yang berkunjung.
Seni Rupa/Ukir
Seni Rupa/Ukir Kalimantan Tengah memiliki corak khas dan unik. Hal ini bisa dilihat dari topeng, perisai, bangunan sandung (tempat menyimpan tulang belulang), hulu dan sarung mandau, patung sapundu dan lain-lain.
Seni Suara
Dalam hal Seni Suara Kalimantan Tengah memiliki lagu-lagu daerah seperti : Karungut, Leot, Sansana, Deder,dan lain-lain.
Seni Anyaman/Kerajinan
Kalimantan Tengah memiliki beragam jenis kerajinan rakyat yang berbahan rotan, pandan, purun, getah nyatu serta perhiasan dari batu alam Kalimantan Tengah lain yang sangat menarik untuk dijadikan Souvenir (Cenderamata).
Senjata Khas/Tradisional
Suku Dayak memiliki senjata khas/tradisional seperti : Mandau, Sipet (Sumpitan), Lunjo (Lembang), Duhung (sejenis keris), semua memiliki bentuk dan artistik yang cukup tinggi.
Transportasi Tradisional
Sesuai kondisi alamnya, Suku Dayak banyak menggunakan perahu sebagai jenis transportasi. Jenis-jenis perahu tradisional Suku Dayak : Jukung Rangkan dan Banama.

SENJATA TRADISIONAL

Mandau

Kalimantan adalah salah satu dari 5 pulau besar yang ada di Indonesia. Sebenarnya pulau ini tidak hanya merupakan “daerah asal” orang Dayak semata karena di sana ada orang Banjar (Kalimantan Selatan) dan orang Melayu. Di kalangan orang Dayak sendiri, satu dengan lainnya menumbuh-kembangkan kebudayaan tersendiri. Namun demikian, satu dengan lainnya mengenal atau memiliki senjata khas Dayak yang disebut sebagai mandau. Dalam kehidupan sehari-hari senjata ini tidak lepas dari pemiliknya. Artinya, kemanapun sang pemilik pergi mandau akan selalu dibawa karena berfungsi sebagai simbol kehormatan atau jati diri.
Zaman dahulu mandau dianggap memiliki unsur magis dan hanya digunakan dalam acara ritual tertentu seperti perang, pengayauan, perlengkapan tarian adat, dan perlengkapan upacara.
Mandau dipercayai memiliki tingkat-tingkat keampuhan atau kesaktian. Kekuatan saktinya itu tidak hanya diperoleh dari proses pembuatannya yang melalui ritual-ritual tertentu, tetapi juga dalam tradisi pengayauan (pemenggalan kepala lawan). Ketika itu (sebelum abad ke-20) semakin banyak orang yang berhasil di-kayau, maka mandau yang digunakannya semakin sakti. Biasanya sebagian rambutnya digunakan untuk menghias gagang mandau. Mereka percaya bahwa orang yang mati karena di-kayau, rohnya akan mendiami mandau tersebut sehingga menjadi sakti. Namun, saat ini fungsi mandau sudah berubah, yaitu sebagai benda seni dan budaya, cinderamata, barang koleksi serta senjata untuk berburu, memangkas semak belukar dan bertani.
Struktur Mandau
1. Bilah Mandau
Bilah mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa berbentuk pipih-panjang seperti parang dan berujung runcing (menyerupai paruh yang bagian atasnya berlekuk datar). Salah satu sisi mata bilahnya diasah tajam, sedangkan sisi lainnya dibiarkan sedikit tebal dan tumpul. Ada beberapa jenis bahan yang dapat digunakan untuk membuat mandau, yaitu besi montallat, besi matikei, dan besi baja yang diambil dari per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan, dan lain sebagainya. Konon, mandau yang paling baik mutunya adalah yang dibuat dari batu gunung yang dilebur khusus sehingga besinya sangat kuat dan tajam serta hiasannya diberi sentuhan emas, perak, atau tembaga. Mandau jenis ini hanya dibuat oleh orang-orang tertentu.
Pembuatan bilah mandau diawali dengan membuat bara api di dalam sebuah tungku untuk memuaikan besi. Kayu yang digunakan untuk membuat bara api adalah kayu ulin karena dapat menghasilkan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kayu lainnya. Setelah kayu menjadi bara, maka besi yang akan dijadikan bilah mandau ditaruh diatas bara tersebut agar memuai. Kemudian, ditempa menggunakan palu.
Penempaan dilakukan secara berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk bilah mandau yang diinginkan. Setelah bilah terbentuk, tahap selanjutnya adalah membuat hiasan berupa lekukan dan gerigi pada mata mandau serta lubang-lubang pada bilah mandau. Konon, banyaknya lubang pada sebuah mandau mewakili banyaknya korban yang pernah kena tebas mandau tersebut. Cara membuat hiasan sama dengan cara membuat bilah mandau, yaitu memuaikan dan menempanya dengan palu berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk yang diinginkan. Setelah itu, barulah bilah mandau dihaluskan dengan menggunakan gerinda.
2. Gagang (Hulu Mandau)
Gagang (hulu mandau) terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai kepala burung. Seluruh permukaan gagangnya diukir dengan berbagai motif seperti kepala naga, paruh burung, pilin, dan kait. Pada ujung gagang ada pula yang diberi hiasan berupa bulu binatang atau rambut manusia. Bentuk dan ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan tempat asal mandau dibuat, suku, serta status sosial pemiliknya.
3. Sarung Mandau
Sarung mandau (kumpang) biasanya terbuat dari lempengan kayu tipis. Bagian atas dilapisi tulang berbentuk gelang. Bagian tengah dan bawah dililit dengan anyaman rotan sebagai penguat apitan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung tanyaku, manik-manik dan terkadang juga diselipkan jimat. Selain itu, mandau juga dilengkapi dengan sebilah pisau kecil bersarung kulit yang diikat menempel pada sisi sarung dan tali pinggang dari anyaman rotan.
Nilai Budaya
Pembuatan mandau, jika dicermati secara seksama mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan tercermin dari bentuk-bentuk mandau yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah mandau yang indah.

Talawang


Talawang adalah alat yang digunakan oleh suku Dayak untuk  pertahanan diri atau pelindung diri dari serangan musuh.
Talawang dibuat dari bahan kayu yang ringan tetapi kuat. Bentuknya segi enam memanjang dengan ukuran panjang kurang lebih 1 meter dan lebarnya kurang lebih 0,5 meter dengan perkiraan dapat menutupi dada manusia guna menangkis mandau atau tombak musuh apabila terjadi perkelahian dalam perang. Keseluruhan bidang depan talawang biasanya diukir bentuk topeng (hudo), lidah api, dan pilin ganda.
Selain sebagai pelengkap alat pertahanan diri, talawang juga digunakan sebagai pelengkap dalam tari-tarian.

Rabu, 17 Oktober 2012

kesenian kalteng

 KESENIAN KALTENG 

Suling Balawung


suling balawung merupakan pembuktian bahwa apresiasi kedudukan wanita dalam masyarakat dayak bukan lah hanya isapan jempol semata ini di butikan
dengan penghargaan tertinggi terhadap peran kaum wanita dayak turut di berikan dalam aspek apresiasi bermusik yang
menciptakan suling balawung sebagai bentuk suling khusus bagi perempuan dayak.

Karungut

kesenian-kesenian Daerah kalimantan Tengah, sampit kota mentaya
menurut kepercayaan suku dayak di kalimantan tengah , pada jaman dahulu manusia di turunkan dari langit bersamaan palangka bulau ( tetek tatum ). pada waktu berada di bumi paangka bulau adalah alat untuk menurunkan manusia dari langit ke bumi oleh ranying hatalla langit atau dewa para petinggi suku dayak . maka , dari itulah mulai adanya alunan suara atau tembang-tembang. maka sejak itulah karungut muncul.bahasa yang digunakan dalam karungut adalah bahasa sangiang atau sejenis bahasa dayak ngaju. yang sangat tinggi sastra nya di gunakan dalam upacara adat dan berkomunikasi dengan roh halus.
dalam kehidupan masyarakat dayak dalam melasanakan upacara khususnya upacara adat, keagamaan, perkawinan, dan syukuran selalu di warnai dengan kegiatan kesenian seperti tari manasai karungut, karunya, tandak mandau dan deder.

Tari Manasai

kesenian-kesenian Daerah kalimantan Tengah
tari manasai adalah tarian khas suku dayak tarian ini biasanya di persembahkan untuk penyambutan selamt datang kepada tamu yang berkunjung. tari ini juga dijadian sebagai tarian untuk menyambut pemerintah yang datang. intinya tarian “selamat datang” untuk menyambut tamu- tamuyang berkunjung ke kalimantan tengah.



Seni musik di Kalimantan Tengah :

  1. Mansana Kayau
Mansana Kayau ialah kisah kepahlawanan yang dilagukan kembali. Biasanya dinyanyikan bersahut – sahutan dua sampai empat orang baik perempuan maupun laki – laki
  1. Mansana Kayau Pulang
Mansana Kayau Pulang ialah kisah yang dinyanyikan paa waktu malam sebelum tidur oleh para orang tua kepada anak dan cucunya dengan aksud membakar semangat anak turunannya untuk membalas dendam kepada Tambun Baputi yang telah membunuh nenek moyang mereka.
  1. Karungut
Karungut adalah semacam sastra lisan nusantara untuk Kalimantan Tengah, atau sama dengan Madihin kalau di Kalimantan Selatan, dan kalau di Jawa Tengah disebut mocopat.
Karungut juga bias disebut sebagai pantun yang dilagukan. Dalam berbagai acara, karungut sering dilantunkan, misalnya pada acara penyambutan tamu yang dihormati. Salah satu ekspresi kegembiraan dan rasa bahagia diungkapkan dalam bentuk karungut. Terkadang ditemukan perulangan kata pada akhir kalimat.
Untuk mengamati cara tutur orang Dayak dalam mengekspresikan perasaan mereka, maka terjemahan kedalam bahasa Indonesia dibuat sebagaimana adanya kata per kata.
Karungut tersebut dipakai sebagai alat oleh ibu-ibu untuk menidurkan anak-anaknya dengan cara bernyanyi dan bersenandung.
Kesenian Karungut juga digunakan untuk hajatan misalnya untuk upacara perkawinan, khitanan, upacara pemakaman, penyambutan tamu, hari ulang tahun, ulang tahun kantor, bahkan sekarang digunakan kampanye pilkada.
Jumlah kelompok Karungut di Palangkaraya cukup besar yaitu ada 62 kelompok, oLeh karena itu kelompok tersebut mempunyai potensi besar dalam menyampaikan pesan-pesan informasi publik, pesan-pesan yang disampaikan paling banyak pesan moral.
Mengingat potensi Karungut penting sebagai media informasi publik, perlu perhatian pemerintah pusat maupun daerah untuk pengembangan, dan perlu dijalin hubungan yang baik antara seniman-seniman Karungut dengan para pengusaha setempat untuk kerjasama promosi.
4. Mohing Asang
Mohing Asang ialah nyanyian perang. Bila Pangkalima tlah membunyikan Selentak tujuh kali kemudian terdengar nyanyian mohing Asang, itu berarti suatu perintah untuk maju.
Salah satu Mohing Asang yang merupakan komando pangkalima perang yang menggunakan bahasa Ot Danom dengan dialek Siang Murung.
5. Ngendau
Ngendau ialah senda gurau yang dilagukan. Biasanya dilakukan oleh para remaja laki – laki ataupun perempuan dan bersahut – sahutan.
6. Kalalai-lalai
Kalalai – lalai ialah nyanyian yang disertai tari – tarian Suku Dayak Mama di daerah Kotawaringin
7. Natum
Natum adalah kisah sejarah masa lalu yang dilagukan
8. Natum pangpangal
Natum Pangpangal adalah ratap tangis kesedihan pada saat terjadi kematian anggota keluarga yang dilagukan.
9. Dodoi
Dodoi adalah nyanyian ketika sedang berkayuh diperahu atau dirakit.
10. Marung
Marung adalah nyanyian pada saat upacara atau pesta besar dan meriah pada budaya Kalimantan Tengah ini
11. Dondong
Dondong adalah nyanyian pada saat menanam padi dan memotong padi di desa.
12. Ngandan
Ngandan ialah nyanyian yang dinyanyikan oleh pada lanjut usia yang ditunjukan kepada generasi muda sebagai pujian, sanjungan dan kasih saying yang diberikan kepada mereka.
13. Mansana Bandar
Mansana ialah cerita epic/campuran yang dilagukan, sedangkan Bandar adalah nama seorang tokoh yang sangat dipuja pada zamannya.
Bandar hidup dizaman Lewu Uju dan diyakini bahwa tokoh andar bukan anya sekedar mitos. Hingga saat ini masih ada orang – orang tertentu yang bernazar pada tokoh Bandar ini. Keharuman namanya disebabkan karena kepribadiannya yang simpatik dan menarik, disamping memiliki sifat kepahlawanan dan kesaktian yang tiada duanya.
Banyak sansana tercipta untuk memuji dan mengagungkan tokoh Bandar ini namu dengan versi yang berbeda – beda. Beberapa judul Sansana Bandar yang popular ialah Pejan Tarahan, Tompi ala dia haliai dan masih banyak lagi.
14. Karunya
Karuna ialah nyanyian yang diiringi suara dan music sebagai pemuja kepada Ranying Hatala. Dapat juga diadakan pada saat upacara pengangkatan seorang pemimpin mereka atau untuk menyambut kedatangan tamu yang sangat dihormati.
15. Baratabe
Baratabe ialah nyanyian untuk menyambut kedatangan para tamu
16. Kandan
Kandan ialah pantun yang dilagukan dan dilantunkan sahut – menyahut baik oleh laki – laki ataupun perempuan dalam suatu pesta atau pertemuan. Apabila pesta diadakan untuk menyambut tamu ang dihormati maka kalimat – kalimat yang dilantunkan lebih bersifat pujian, sanjungan doa dan harapan mereka kepada tamu yang dihormati itu.
Tradisi ini biasa ditemukan pada Suku Dayak Siang atau Murung di Kecamatan Siang dan Murung Kabupaten Barito Hulu,
17. Dedeo / ngaloak
Dedeo atau ngeloak adalah Kandan yang istilahnya dibuat sedikit berbeda,perbedaan itu dibuat karena sal usulnya berbeda. Dedeo atao ngaloak itu berasal dari tradisi Suku Dayak Dusun Tengah di daerah Barito Tengah Kalimantan tengah.
18. Selengot
Selengot ialah pantun berirama yang biasa diadakan pada pesta pernikahan, namun dalam upacara kematian Selengot terlarang oleh adat untuk dilaksanakan. Selengot khusus dilakukan oleh laki – laki dalam menceritaan riwayat hingga berlangsungnya pernikahan kedua mempelai dalh pesta pernikahan tersebut
19. Setangis
Setangis ialah nyanyian yang dilaksanakan hanya dalam upacara kematian dan terlarang oleh adat dilaksanakan dalam pesta pernikahan. Baik laki – laki maupun perempuan boleh melakukan setangis yang intinya menceritakan riwayat hidupnya serta mengenang jasa yang meninggal serta ungkapan kedudukan keluarga yang ditinggalkan.
Jenis – jenis instrument musiknya :
  1. Garantung
GARANTUNG atau gong merupakan salah satu alat musik yang digunakan masyarakat Suku Dayak. Selain garantung masyarakat Dayak juga menyebutnya dengan gong dan agung. Garatung diklasifikasikan sebagai salah satu alat musik dalam kelompok idiophone yang terbuat dari bahan logam; besi, kuningan, atau perunggu.
Menurut sejarah, garantung masuk ke wilayah Kalimantan, khususnya Kalimantan Tengah dibawa oleh para pedagang dari tanah Jawa, tepatnya pada saat hubungan dagang antara pedagang dari Kalimantan dan Kerajaan Majapahit.
Meski begitu, ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa masuknya garantung ke daratan Kalimantan dibawa oleh para pedagang asal Yunan (Cina, Red), India dan Melayu yang pada masanya memiliki pengaruh besar bagi perkembangan kehidupan masyarakat Suku Dayak.
Di kalangan masyarakat Suku Dayak, garantung juga dipercaya sebagai salah satu benda adat yang diturunkan dari Lewu Tatau (surga atau khayangan, Red) sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi dengan roh-roh leluhur.
Dalam komunitas masyarakat Suku Dayak, garantung juga digunakan untuk memberi tahu masyarakat luas tentang adanya suatu acara atau pesta yang dilaksanakan oleh salah satu keluarga, dan dari salah satu kampung ke kampung lain.
Begitu juga ketika ada acara kematian atau upacara tiwah –khususnya para pemeluk Kaharingan, pada saat jenazah masih disemayamkan di rumah duka, garantung akan dimainkan untuk mengantarkan roh orang yang meninggal ke alam roh.
Tari kanjan sebagai salah satu tarian sakral untuk mengantarkan roh orang yang meninggal ke alam roh, garantung menjadi salah satu alat untuk mengiringi tarian tersebut. Garantung akan dimainkan dengan irama khusus dan sakral.
Selain sebagai alat musik tradisional, dalam komunitas masyarakat adat Suku Dayak, garantung juga menjadi salah satu benda berharga yang berfungsi sebagai barang adat dan dijadikan sebagai alat tukar untuk menilai sesuatu barang atau jasa.
Keperluan sebagai barang adat itu masih berlangsung hingga sekarang, khususnya pada acara adat perkawinan, garantung menjadi salah satu mas kawin atau barang permintaan yang harus diserahkan kepada pihak ahli waris mempelai perempuan.
Pada perkembangan selanjutnya, karena terbatasnya jumlah garantung, maka nilai sebuah garantung kemudian dihitung dalam bentuk nilai mata uang yang berlaku pada saat perjanjian perkawinan adat kedua mempelai dilakukan.
Selain itu, dahulu, garantung juga menjadi salah satu penanda status sosial seseorang. Semakin banyak garantung yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga tersebut, maka akan semakin tinggi status sosial yang bersangkutan dan semakin tinggi pula ia dihormati.
Garantung Suku Dayak terdiri atas empat jenis dengan lima nada dasar atau laras, masing-masing; garantung tantawak berukuran kecil dan memiliki nada dasar G atau E, garantung lisung dengan ukuran sedang yang memiliki nada dasar D atau C, garantung papar berukuran besar dengan nada dasar A, serta sebuah garantung bandih yang berbentuk kecil tetapi memiliki nada yang tinggi.
  1. Salung
Salung ialah alat pukul yang hamper sama dengan Sarun, tetapi bedanya, salung ini terbuat dari kayu dan bambu.
3. Kangkanung
Kangkanung ialah sejenis gong dengan ukuran yang lebih kecil yang berjumlah lima biji dan tebuat dari tembaga
4. Sarun
Sarun merupakan alat music pukul yang terbuat dari besi atau logam. Bunyi yang dihasilkan hanya ada lima nada yaitu do, re, mi, sol, la.
  1. Gandang
MASYARAKAT Suku Dayak mengenal dengan baik alat musik gandang sebagai salah satu alat musik dari kelompok membranophone untuk mengiringi tarian dan lagu yang dinyanyikan. Karena itu, alat musik gandang pun sangat populer sebagai sebuah bagian harmoni di kalangan masyarakat Suku Dayak.
Bebunyian gandang merupakan pelengkap perangkat musik yang terdiri atas berbagai jenis alat musik termasuk rangkaian instrumen lain di antaranya; garantung (gong, Red), dan kangkanong (kenong, Red).
Gandang dibuat dari bahan kayu dengan rongga, sementara membran atau selaput getar dibuat dari kulit hewan atau binatang dengan ukuran besar, antara lain; sapi, kerbau, kambing atau jenis kulit binatang lain untuk menutupi rongga dan diikat dengan rotan.
Sebelum kulit binatang itu dijadikan selaput getar atau membran gandang, kulit binatang itu dikeringkan dan dipasangkan menutupi semua bagian rongga dan untuk mengencangkan membran digunakan beberapa baji pada simpei (simpul, Red).
Menurut sejarah dan galian kepurbakalaan, sejumlah kalangan memercayai bahwa gandang merupakan alat musik tradisional dari daratan Cina sejak sekitar 3.000 tahun yang lalu dan kemudian berkembang ke seluruh dunia dibawa oleh para perantau yang membawa tradisi kesenian ke luar Cina.
Pada zaman purbakala, gandang itu tidak saja digunakan untuk acara persembayangan atau persembahan kepada dewa-dewa dengan tarian dan nyanyian, tetapi juga untuk menggetarkan semangat perjuangan para tentara untuk maju perang dan digunakan sebagai alat komunikasi.
Menurut catatan lainnya, gendang yang berkembang di Nusantara atau ranah Melayu, termasuk Indonesia, dipercaya dibawa oleh unsur-unsur galur dari tanah Parsi (Persia, Red) di wilayah Timur Tengah dan dibawa oleh para pedagang Arab dan India pada kurun waktu sekitar abad ke-14 bersamaan dengan masuknya agama Islam yang lebih banyak mewarnai tradisi Melayu.
Berdasarkan rilis tersebut, sejumlah sejarawan percaya bahwa gendang lebih banyak berkembang di wilayah Timur Tengah sebagai pelengkap musik tradisional di kalangan bangsa Arab, sebelum kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Di kalangan masyarakat Suku Dayak dikenal berbagai jenis gandang, antara lain; gandang tatau, gandang manca dan gandang bontang. Ketiga jenis gandang itu memiliki ukuran yang berbeda dan penggunaan yang berbeda pula.
Gandang tatau (gendang tunggal, Red) adalah jenis gandang yang agak besar dan panjang. Panjangnya bisa mencapai satu-dua meter dengan garis tengah atau diameter mencapai lebih kurang 40 centimeter.
Pada gandang tatau, salah satu bagian ujungnya dipasang membran yang terbuat dari kulit sapi, rusa atau panganen (ular sawa atau piton, Red) dan pada bagian pangkalnya dibiarkan terbuka untuk menguatkan suara ketika membran ditabuh.
Gandang tatau biasanya digunakan pada upacara-upacara adat, antara lain acara tiwah (upacara kematian, Red) dan upacara penyambutan tamu dengan alat musik pengiring lainnya terdiri atas gong sebanyak tiga-lima buah dan seperangkat kangkanong.
Gandang manca lebih umum dikenal masyarakat Suku Dayak sebagai gandang kembar yang terdiri atas sepasang gendang, yang terdiri atas gandang panggulung dan gandang paningkah yang memiliki perbedaan ketebalan membran pada bagian penutup rongga.
Gandang manca ini juga merupakan gendang yang terdiri atas dua membran di kedua ujung rongga dengan ukuran diamater yang berbeda, dalam artian, rongga gandang ditutup oleh membran atau selaput getar yang melapisinya.
Pada gandang panggulung, membran yang melapisi ujung rongga pada diameter yang lebih besar dengan kulit yang lebih tebal dan pada ujung rongga yang lebih kecil dipasang membran dengan kulit yang lebih tipis.
Sementara gandang paningkah merupakan kebalikan dari gandang panggulung, yang pada bagian ujung diameter yang lebih besar ditutup oleh membran yang tipis, dan pada ujung lainnya dengan diameter yang lebih kecil menggunakan membran yang lebih tebal.
Gandang bontang bentuknya mirip dengan gandang tatau, tetapi ukurannya jauh lebih kecil dan lebih pendek serta berukuran diameter antara 20-30 centimeter dan panjang antara 30-50 centimeter. Membran yang menutupinya pun dari kulit hewan yang tebal.
Cara membunyikan gandang bontang ini pun biasanya tidak dengan cara ditabuh menggunakan telapak tangan seperti gandang-gandang lainnya, melainkan dengan cara dipukul menggunakan rotan dan umumnya juga digunakan untuk mengiringi balian bawo atau balian dadas.
  1. Katambung
Katambung adalah alat music perkusi sejenis gendang yang biasa digunakan dalam upacara – upacara adat. Ukuran panjang 75cm terbuat dari kayu ulin dan bagian yang dipukul dengan telapak tangan terbuat dari kulit ikan buntal yang telah dikeringkan berdiameter 10cm.
  1. Kecapi
Kecapi adalah alat musik petik yang terbuat dari kayu ringan. Dimasa lalu tali yang digunakan adalah tengang atau tali liat yang terbuat dari kulit kayu, namun saat ini tengang dapat juga digantikan dengan tali nilon. Dawai tali kecapi dapat dua, boleh juga tiga.Apabila tali kecapi dipetik nada lagu dapat diatur. Suara kecapi biasanya untuk mengiringi karungut dan Tari Kinyah.
  1. Serunai
Serunai terbuat dari bamboo atau kayu
  1. Kentong
Kentong terbuat dari sejenis tumbuhan hutan yang dalam Bahas Dayak disebt Belang ata Pohon jako. Yang diambil peepahnya yang telah tua, kemudian dikeringkan. Setelah kering dipotong – potong ukuran sejengkal. Tengah – tengah kentong berlidah dan ujungnya runcing dan bila dipukul akan mengeluarkan bunyi.
  1. Suling Bahalang
Suling Bahalang ialah alat music tiup yang terbuat dari bambu barlubang tujuh.
  1. Suling Balawung
Suling Balawung ialah alat music tiup yang terbuat dari bamboo berukuran kecil dengan lima lubang dibagian bawah dan satu lubang dibagian atas. Suling Balawang bias digunakan oleh perempuan.
  1. Rebab
Rebab ialah alat musik gesek.
  1. Kangkanong Humbang
Kangkanong Humbang ialah alat music yang terbuat dari bambu.
  1. Tote / serupai
Tote ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah dikeringkan dan ujung sebelahdalamnya diberi lidah. Pada batang dibuat dua atau tiga buah lubang. Untuk menghasilkan bunyi ang merdu dan menyayat kalbu, tote atau serupai ditiup pada baian uungnya.
  1. Babun
Babun sama dengan kendang.
  1. Kalali / suling panjang
Kalali ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah dikecilkan. Ukuran panjang setengah meter dengan ujung beruas dan dibuat luang kecil dekat ruas tersebut. Ujung ruas diraut agar dapat dipasang sepotong roan yang telah diraut pula berbentuk tipis. Buluh rotan diikat pada batang kalali, kemudian dibuat lima buah lubang untuk menentukan tinggi rendahnya nada

 

kesenian kalteng

 KESENIAN KALTENG 

Suling Balawung


suling balawung merupakan pembuktian bahwa apresiasi kedudukan wanita dalam masyarakat dayak bukan lah hanya isapan jempol semata ini di butikan
dengan penghargaan tertinggi terhadap peran kaum wanita dayak turut di berikan dalam aspek apresiasi bermusik yang
menciptakan suling balawung sebagai bentuk suling khusus bagi perempuan dayak.

Karungut

kesenian-kesenian Daerah kalimantan Tengah, sampit kota mentaya
menurut kepercayaan suku dayak di kalimantan tengah , pada jaman dahulu manusia di turunkan dari langit bersamaan palangka bulau ( tetek tatum ). pada waktu berada di bumi paangka bulau adalah alat untuk menurunkan manusia dari langit ke bumi oleh ranying hatalla langit atau dewa para petinggi suku dayak . maka , dari itulah mulai adanya alunan suara atau tembang-tembang. maka sejak itulah karungut muncul.bahasa yang digunakan dalam karungut adalah bahasa sangiang atau sejenis bahasa dayak ngaju. yang sangat tinggi sastra nya di gunakan dalam upacara adat dan berkomunikasi dengan roh halus.
dalam kehidupan masyarakat dayak dalam melasanakan upacara khususnya upacara adat, keagamaan, perkawinan, dan syukuran selalu di warnai dengan kegiatan kesenian seperti tari manasai karungut, karunya, tandak mandau dan deder.

Tari Manasai

kesenian-kesenian Daerah kalimantan Tengah
tari manasai adalah tarian khas suku dayak tarian ini biasanya di persembahkan untuk penyambutan selamt datang kepada tamu yang berkunjung. tari ini juga dijadian sebagai tarian untuk menyambut pemerintah yang datang. intinya tarian “selamat datang” untuk menyambut tamu- tamuyang berkunjung ke kalimantan tengah.



Seni musik di Kalimantan Tengah :

  1. Mansana Kayau
Mansana Kayau ialah kisah kepahlawanan yang dilagukan kembali. Biasanya dinyanyikan bersahut – sahutan dua sampai empat orang baik perempuan maupun laki – laki
  1. Mansana Kayau Pulang
Mansana Kayau Pulang ialah kisah yang dinyanyikan paa waktu malam sebelum tidur oleh para orang tua kepada anak dan cucunya dengan aksud membakar semangat anak turunannya untuk membalas dendam kepada Tambun Baputi yang telah membunuh nenek moyang mereka.
  1. Karungut
Karungut adalah semacam sastra lisan nusantara untuk Kalimantan Tengah, atau sama dengan Madihin kalau di Kalimantan Selatan, dan kalau di Jawa Tengah disebut mocopat.
Karungut juga bias disebut sebagai pantun yang dilagukan. Dalam berbagai acara, karungut sering dilantunkan, misalnya pada acara penyambutan tamu yang dihormati. Salah satu ekspresi kegembiraan dan rasa bahagia diungkapkan dalam bentuk karungut. Terkadang ditemukan perulangan kata pada akhir kalimat.
Untuk mengamati cara tutur orang Dayak dalam mengekspresikan perasaan mereka, maka terjemahan kedalam bahasa Indonesia dibuat sebagaimana adanya kata per kata.
Karungut tersebut dipakai sebagai alat oleh ibu-ibu untuk menidurkan anak-anaknya dengan cara bernyanyi dan bersenandung.
Kesenian Karungut juga digunakan untuk hajatan misalnya untuk upacara perkawinan, khitanan, upacara pemakaman, penyambutan tamu, hari ulang tahun, ulang tahun kantor, bahkan sekarang digunakan kampanye pilkada.
Jumlah kelompok Karungut di Palangkaraya cukup besar yaitu ada 62 kelompok, oLeh karena itu kelompok tersebut mempunyai potensi besar dalam menyampaikan pesan-pesan informasi publik, pesan-pesan yang disampaikan paling banyak pesan moral.
Mengingat potensi Karungut penting sebagai media informasi publik, perlu perhatian pemerintah pusat maupun daerah untuk pengembangan, dan perlu dijalin hubungan yang baik antara seniman-seniman Karungut dengan para pengusaha setempat untuk kerjasama promosi.
4. Mohing Asang
Mohing Asang ialah nyanyian perang. Bila Pangkalima tlah membunyikan Selentak tujuh kali kemudian terdengar nyanyian mohing Asang, itu berarti suatu perintah untuk maju.
Salah satu Mohing Asang yang merupakan komando pangkalima perang yang menggunakan bahasa Ot Danom dengan dialek Siang Murung.
5. Ngendau
Ngendau ialah senda gurau yang dilagukan. Biasanya dilakukan oleh para remaja laki – laki ataupun perempuan dan bersahut – sahutan.
6. Kalalai-lalai
Kalalai – lalai ialah nyanyian yang disertai tari – tarian Suku Dayak Mama di daerah Kotawaringin
7. Natum
Natum adalah kisah sejarah masa lalu yang dilagukan
8. Natum pangpangal
Natum Pangpangal adalah ratap tangis kesedihan pada saat terjadi kematian anggota keluarga yang dilagukan.
9. Dodoi
Dodoi adalah nyanyian ketika sedang berkayuh diperahu atau dirakit.
10. Marung
Marung adalah nyanyian pada saat upacara atau pesta besar dan meriah pada budaya Kalimantan Tengah ini
11. Dondong
Dondong adalah nyanyian pada saat menanam padi dan memotong padi di desa.
12. Ngandan
Ngandan ialah nyanyian yang dinyanyikan oleh pada lanjut usia yang ditunjukan kepada generasi muda sebagai pujian, sanjungan dan kasih saying yang diberikan kepada mereka.
13. Mansana Bandar
Mansana ialah cerita epic/campuran yang dilagukan, sedangkan Bandar adalah nama seorang tokoh yang sangat dipuja pada zamannya.
Bandar hidup dizaman Lewu Uju dan diyakini bahwa tokoh andar bukan anya sekedar mitos. Hingga saat ini masih ada orang – orang tertentu yang bernazar pada tokoh Bandar ini. Keharuman namanya disebabkan karena kepribadiannya yang simpatik dan menarik, disamping memiliki sifat kepahlawanan dan kesaktian yang tiada duanya.
Banyak sansana tercipta untuk memuji dan mengagungkan tokoh Bandar ini namu dengan versi yang berbeda – beda. Beberapa judul Sansana Bandar yang popular ialah Pejan Tarahan, Tompi ala dia haliai dan masih banyak lagi.
14. Karunya
Karuna ialah nyanyian yang diiringi suara dan music sebagai pemuja kepada Ranying Hatala. Dapat juga diadakan pada saat upacara pengangkatan seorang pemimpin mereka atau untuk menyambut kedatangan tamu yang sangat dihormati.
15. Baratabe
Baratabe ialah nyanyian untuk menyambut kedatangan para tamu
16. Kandan
Kandan ialah pantun yang dilagukan dan dilantunkan sahut – menyahut baik oleh laki – laki ataupun perempuan dalam suatu pesta atau pertemuan. Apabila pesta diadakan untuk menyambut tamu ang dihormati maka kalimat – kalimat yang dilantunkan lebih bersifat pujian, sanjungan doa dan harapan mereka kepada tamu yang dihormati itu.
Tradisi ini biasa ditemukan pada Suku Dayak Siang atau Murung di Kecamatan Siang dan Murung Kabupaten Barito Hulu,
17. Dedeo / ngaloak
Dedeo atau ngeloak adalah Kandan yang istilahnya dibuat sedikit berbeda,perbedaan itu dibuat karena sal usulnya berbeda. Dedeo atao ngaloak itu berasal dari tradisi Suku Dayak Dusun Tengah di daerah Barito Tengah Kalimantan tengah.
18. Selengot
Selengot ialah pantun berirama yang biasa diadakan pada pesta pernikahan, namun dalam upacara kematian Selengot terlarang oleh adat untuk dilaksanakan. Selengot khusus dilakukan oleh laki – laki dalam menceritaan riwayat hingga berlangsungnya pernikahan kedua mempelai dalh pesta pernikahan tersebut
19. Setangis
Setangis ialah nyanyian yang dilaksanakan hanya dalam upacara kematian dan terlarang oleh adat dilaksanakan dalam pesta pernikahan. Baik laki – laki maupun perempuan boleh melakukan setangis yang intinya menceritakan riwayat hidupnya serta mengenang jasa yang meninggal serta ungkapan kedudukan keluarga yang ditinggalkan.
Jenis – jenis instrument musiknya :
  1. Garantung
GARANTUNG atau gong merupakan salah satu alat musik yang digunakan masyarakat Suku Dayak. Selain garantung masyarakat Dayak juga menyebutnya dengan gong dan agung. Garatung diklasifikasikan sebagai salah satu alat musik dalam kelompok idiophone yang terbuat dari bahan logam; besi, kuningan, atau perunggu.
Menurut sejarah, garantung masuk ke wilayah Kalimantan, khususnya Kalimantan Tengah dibawa oleh para pedagang dari tanah Jawa, tepatnya pada saat hubungan dagang antara pedagang dari Kalimantan dan Kerajaan Majapahit.
Meski begitu, ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa masuknya garantung ke daratan Kalimantan dibawa oleh para pedagang asal Yunan (Cina, Red), India dan Melayu yang pada masanya memiliki pengaruh besar bagi perkembangan kehidupan masyarakat Suku Dayak.
Di kalangan masyarakat Suku Dayak, garantung juga dipercaya sebagai salah satu benda adat yang diturunkan dari Lewu Tatau (surga atau khayangan, Red) sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi dengan roh-roh leluhur.
Dalam komunitas masyarakat Suku Dayak, garantung juga digunakan untuk memberi tahu masyarakat luas tentang adanya suatu acara atau pesta yang dilaksanakan oleh salah satu keluarga, dan dari salah satu kampung ke kampung lain.
Begitu juga ketika ada acara kematian atau upacara tiwah –khususnya para pemeluk Kaharingan, pada saat jenazah masih disemayamkan di rumah duka, garantung akan dimainkan untuk mengantarkan roh orang yang meninggal ke alam roh.
Tari kanjan sebagai salah satu tarian sakral untuk mengantarkan roh orang yang meninggal ke alam roh, garantung menjadi salah satu alat untuk mengiringi tarian tersebut. Garantung akan dimainkan dengan irama khusus dan sakral.
Selain sebagai alat musik tradisional, dalam komunitas masyarakat adat Suku Dayak, garantung juga menjadi salah satu benda berharga yang berfungsi sebagai barang adat dan dijadikan sebagai alat tukar untuk menilai sesuatu barang atau jasa.
Keperluan sebagai barang adat itu masih berlangsung hingga sekarang, khususnya pada acara adat perkawinan, garantung menjadi salah satu mas kawin atau barang permintaan yang harus diserahkan kepada pihak ahli waris mempelai perempuan.
Pada perkembangan selanjutnya, karena terbatasnya jumlah garantung, maka nilai sebuah garantung kemudian dihitung dalam bentuk nilai mata uang yang berlaku pada saat perjanjian perkawinan adat kedua mempelai dilakukan.
Selain itu, dahulu, garantung juga menjadi salah satu penanda status sosial seseorang. Semakin banyak garantung yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga tersebut, maka akan semakin tinggi status sosial yang bersangkutan dan semakin tinggi pula ia dihormati.
Garantung Suku Dayak terdiri atas empat jenis dengan lima nada dasar atau laras, masing-masing; garantung tantawak berukuran kecil dan memiliki nada dasar G atau E, garantung lisung dengan ukuran sedang yang memiliki nada dasar D atau C, garantung papar berukuran besar dengan nada dasar A, serta sebuah garantung bandih yang berbentuk kecil tetapi memiliki nada yang tinggi.
  1. Salung
Salung ialah alat pukul yang hamper sama dengan Sarun, tetapi bedanya, salung ini terbuat dari kayu dan bambu.
3. Kangkanung
Kangkanung ialah sejenis gong dengan ukuran yang lebih kecil yang berjumlah lima biji dan tebuat dari tembaga
4. Sarun
Sarun merupakan alat music pukul yang terbuat dari besi atau logam. Bunyi yang dihasilkan hanya ada lima nada yaitu do, re, mi, sol, la.
  1. Gandang
MASYARAKAT Suku Dayak mengenal dengan baik alat musik gandang sebagai salah satu alat musik dari kelompok membranophone untuk mengiringi tarian dan lagu yang dinyanyikan. Karena itu, alat musik gandang pun sangat populer sebagai sebuah bagian harmoni di kalangan masyarakat Suku Dayak.
Bebunyian gandang merupakan pelengkap perangkat musik yang terdiri atas berbagai jenis alat musik termasuk rangkaian instrumen lain di antaranya; garantung (gong, Red), dan kangkanong (kenong, Red).
Gandang dibuat dari bahan kayu dengan rongga, sementara membran atau selaput getar dibuat dari kulit hewan atau binatang dengan ukuran besar, antara lain; sapi, kerbau, kambing atau jenis kulit binatang lain untuk menutupi rongga dan diikat dengan rotan.
Sebelum kulit binatang itu dijadikan selaput getar atau membran gandang, kulit binatang itu dikeringkan dan dipasangkan menutupi semua bagian rongga dan untuk mengencangkan membran digunakan beberapa baji pada simpei (simpul, Red).
Menurut sejarah dan galian kepurbakalaan, sejumlah kalangan memercayai bahwa gandang merupakan alat musik tradisional dari daratan Cina sejak sekitar 3.000 tahun yang lalu dan kemudian berkembang ke seluruh dunia dibawa oleh para perantau yang membawa tradisi kesenian ke luar Cina.
Pada zaman purbakala, gandang itu tidak saja digunakan untuk acara persembayangan atau persembahan kepada dewa-dewa dengan tarian dan nyanyian, tetapi juga untuk menggetarkan semangat perjuangan para tentara untuk maju perang dan digunakan sebagai alat komunikasi.
Menurut catatan lainnya, gendang yang berkembang di Nusantara atau ranah Melayu, termasuk Indonesia, dipercaya dibawa oleh unsur-unsur galur dari tanah Parsi (Persia, Red) di wilayah Timur Tengah dan dibawa oleh para pedagang Arab dan India pada kurun waktu sekitar abad ke-14 bersamaan dengan masuknya agama Islam yang lebih banyak mewarnai tradisi Melayu.
Berdasarkan rilis tersebut, sejumlah sejarawan percaya bahwa gendang lebih banyak berkembang di wilayah Timur Tengah sebagai pelengkap musik tradisional di kalangan bangsa Arab, sebelum kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Di kalangan masyarakat Suku Dayak dikenal berbagai jenis gandang, antara lain; gandang tatau, gandang manca dan gandang bontang. Ketiga jenis gandang itu memiliki ukuran yang berbeda dan penggunaan yang berbeda pula.
Gandang tatau (gendang tunggal, Red) adalah jenis gandang yang agak besar dan panjang. Panjangnya bisa mencapai satu-dua meter dengan garis tengah atau diameter mencapai lebih kurang 40 centimeter.
Pada gandang tatau, salah satu bagian ujungnya dipasang membran yang terbuat dari kulit sapi, rusa atau panganen (ular sawa atau piton, Red) dan pada bagian pangkalnya dibiarkan terbuka untuk menguatkan suara ketika membran ditabuh.
Gandang tatau biasanya digunakan pada upacara-upacara adat, antara lain acara tiwah (upacara kematian, Red) dan upacara penyambutan tamu dengan alat musik pengiring lainnya terdiri atas gong sebanyak tiga-lima buah dan seperangkat kangkanong.
Gandang manca lebih umum dikenal masyarakat Suku Dayak sebagai gandang kembar yang terdiri atas sepasang gendang, yang terdiri atas gandang panggulung dan gandang paningkah yang memiliki perbedaan ketebalan membran pada bagian penutup rongga.
Gandang manca ini juga merupakan gendang yang terdiri atas dua membran di kedua ujung rongga dengan ukuran diamater yang berbeda, dalam artian, rongga gandang ditutup oleh membran atau selaput getar yang melapisinya.
Pada gandang panggulung, membran yang melapisi ujung rongga pada diameter yang lebih besar dengan kulit yang lebih tebal dan pada ujung rongga yang lebih kecil dipasang membran dengan kulit yang lebih tipis.
Sementara gandang paningkah merupakan kebalikan dari gandang panggulung, yang pada bagian ujung diameter yang lebih besar ditutup oleh membran yang tipis, dan pada ujung lainnya dengan diameter yang lebih kecil menggunakan membran yang lebih tebal.
Gandang bontang bentuknya mirip dengan gandang tatau, tetapi ukurannya jauh lebih kecil dan lebih pendek serta berukuran diameter antara 20-30 centimeter dan panjang antara 30-50 centimeter. Membran yang menutupinya pun dari kulit hewan yang tebal.
Cara membunyikan gandang bontang ini pun biasanya tidak dengan cara ditabuh menggunakan telapak tangan seperti gandang-gandang lainnya, melainkan dengan cara dipukul menggunakan rotan dan umumnya juga digunakan untuk mengiringi balian bawo atau balian dadas.
  1. Katambung
Katambung adalah alat music perkusi sejenis gendang yang biasa digunakan dalam upacara – upacara adat. Ukuran panjang 75cm terbuat dari kayu ulin dan bagian yang dipukul dengan telapak tangan terbuat dari kulit ikan buntal yang telah dikeringkan berdiameter 10cm.
  1. Kecapi
Kecapi adalah alat musik petik yang terbuat dari kayu ringan. Dimasa lalu tali yang digunakan adalah tengang atau tali liat yang terbuat dari kulit kayu, namun saat ini tengang dapat juga digantikan dengan tali nilon. Dawai tali kecapi dapat dua, boleh juga tiga.Apabila tali kecapi dipetik nada lagu dapat diatur. Suara kecapi biasanya untuk mengiringi karungut dan Tari Kinyah.
  1. Serunai
Serunai terbuat dari bamboo atau kayu
  1. Kentong
Kentong terbuat dari sejenis tumbuhan hutan yang dalam Bahas Dayak disebt Belang ata Pohon jako. Yang diambil peepahnya yang telah tua, kemudian dikeringkan. Setelah kering dipotong – potong ukuran sejengkal. Tengah – tengah kentong berlidah dan ujungnya runcing dan bila dipukul akan mengeluarkan bunyi.
  1. Suling Bahalang
Suling Bahalang ialah alat music tiup yang terbuat dari bambu barlubang tujuh.
  1. Suling Balawung
Suling Balawung ialah alat music tiup yang terbuat dari bamboo berukuran kecil dengan lima lubang dibagian bawah dan satu lubang dibagian atas. Suling Balawang bias digunakan oleh perempuan.
  1. Rebab
Rebab ialah alat musik gesek.
  1. Kangkanong Humbang
Kangkanong Humbang ialah alat music yang terbuat dari bambu.
  1. Tote / serupai
Tote ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah dikeringkan dan ujung sebelahdalamnya diberi lidah. Pada batang dibuat dua atau tiga buah lubang. Untuk menghasilkan bunyi ang merdu dan menyayat kalbu, tote atau serupai ditiup pada baian uungnya.
  1. Babun
Babun sama dengan kendang.
  1. Kalali / suling panjang
Kalali ialah alat music tiup yang terbuat dari buluh kecil yang telah dikecilkan. Ukuran panjang setengah meter dengan ujung beruas dan dibuat luang kecil dekat ruas tersebut. Ujung ruas diraut agar dapat dipasang sepotong roan yang telah diraut pula berbentuk tipis. Buluh rotan diikat pada batang kalali, kemudian dibuat lima buah lubang untuk menentukan tinggi rendahnya nada